Pahlawan Perang Dunia [Bagian 18]
Author: Ihsan Iskandar
Setelah aku melaporkan kejadian kemarin dan diinterogasi di
kantor tentara dalam negeri atau TDN. Alhasil, aku terlambat ujian. Yang
melaporkan keadaanku ke TDN sudah pasti adalah perempuan berambut pink itu.
Disatu sisi aku berterima kasih kepadanya karena sudah melapor ke TDN dan ingin
menyelamatkanku. tapi disisi lain, jika TDN tidak datang. aku masih sempat
mengikuti ujian.
Hari ini semua perserta berdiri di lapangan AMIR untuk
pemberitahuan kelulusan. Satu persatu dari 4.000 lebih yang mendaftarkan
dirinya, hanya 1.000 pelajar yang akan diterima di AMIR. Aku dan Jack berdiri
bersampingan tetapi dia masih marah kepadaku karena tidak mengikuti ujian, sama
halnya dengan Yuna. Rasa bersalah yang berlapis-lapis ini menambah beban di
pundakku. Aku sudah pasti tidak mendapat beasiswa itu, tapi mungkin masih
mendapat kesempatan untuk diterima. Adapun persentase jumlah semua penilaian
adalah Ujian Tulis 30%, Ujian Fisik 30%, dan Ujian satu lawan satu (Beladiri)
40%.
Setelah satu persatu nama mulai dipanggil oleh panitia,
beberapa menit kemudian nama Jack dan Yuna sudah dipanggil dan pergi ketempat
yang sudah ditentukan. Secara perlahan barisan mulai terasa lenggang, peserta
yang namanya dipanggil sempat tertawa bahagia dan berpelukan dengan temannya,
tetapi bagi peserta yang namanya belum di panggil makin merasa ceman ketika panggilan
mendekati angka seribu.
Setelah angka seribu diucapkan, para peserta yang tidak
dipanggil tertunduk lemas, bahkan ada yang histeris menangis, sedangkan aku
yang tidak dipanggil mulai jalan keluar barisan.
“haaa… sepertinya kau gagal maafkan aku pak tua Korna. Aku
tidak bisa menepati sesuai janjiku. Baiklah sekarang aku akan menunggu di hotel
untuk memberi selamat ke Jack lalu pergi ke tempat lain”
Ketika seluruh peserta barisan mulai bubar, seseorang
menaiki panggung podium. Itu adalah kepala Sekolah AMRI, Reno Troth.
“kepada peserta bernomor 12, dengan nama Jusuf. Diharap
mendatangi kantor kepala sekolah sekarang juga.”
“haa?”
Mendengar pemberitahuan itu, aku langsung bergegas menuju
kantor kepala sekolah. Tetapi karena aku tidak mengetahui tempatnya, aku harus
bertanya-tanya dahulu dan memakan waktu sedikit lama untuk sampai kesana.
Ketika sampai ke Gedung Guru yang berada di tengah-tengah
AMIR, di depan pintu yang diatasnya bertuliskan “Kantor Kepala sekolah”
membuatku sedikit cemas dan canggung. Aku mengetuk pintu itu, dan jawaban suara
dari dalam berkata “silahkan masuk”. Kedua perasaan yang tadi itu semakin
berkecamuk. Tapi karena ini adalah perintah, aku membuka pintu yang terbuat
dari kayu berwarna coklat tersebut.
Didalam sana aku melihat sosok kepala sekolah Reno Troth
dari dekat, dengan rambut hitam namun ada sedikit rambut putih di sisi kanan
dan kirinya. Pakaian jas hitam layaknya seorang guru namun pin emas logo AMIR
disisi kanannya menandakan bahwa dia adalah pemilik AMIR ini.
“ohh… Jusuf, silahkan duduk”
“Ya terima kasih tuan”
Aku duduk di sofa hitam yang terletak di tengah kantor itu
sesuai dengan perintah.
“kau ingin minum apa suf? Jus atau kopi?”
“kau tidak perlu membuatnya untuk seseorang sepertiku tuan
Reno”
“tidak perlu sungkan, dan panggil saja aku ‘pak’ bukan tuan”
“kalau begitu, aku akan memilih kopi”
Ketika Pak Reno sedang menyeduh kopi, aku melihat sekeliling
kantor tersebut. terdapat banyak buku dan lukisan. Namun ada satu lukisan yang
menarik perhatianku, yaitu yang berada tepat di atas pintu yang kulewati tadi.
Itu adalah lukisan Pak Tua Korna dengan Pak Reno ketika mash muda.
“tenyata mereka berdua saling mengenal” ujarku dalam benak
Setelah kopi itu jadi, Pak Reno memberikannya kepadaku. Aku
menerimanya sembari mengucapkan terim kasih, setelah itu beliau duduk tepat
dihadapanku.
“Jusuf, apakah kau tau kenapa kau dipanggil kesini?”
“ini pasti mengenai kejadian kemarin kan, yaitu anakmu yang
diculik”
“oh wow. Aku terkejut kau mengetahuinya. Itu benar, aku
harus berterima kasih denganmu karena sudah menyelamatkan anakku, Sarah. Tapi
bagaimana kau mengetahuinya?”
“Aku memang tidak mengetahui bahwa perempuan berambut pink
itu adalah anak anda, bahkan kau tidak tahu namanya, aku hanya memiliki intuisi
dia pasti anak bangsawan atau semacamnya. Tapi, yang paling membuatku sadar
bahwa dia adalah anakmu adalah ketika anda memanggilku kesini. Rentetan
kejadian yang tidak kebetulan ini pasti memiliki makna lain. Dan asumsiku
ternyata benar.”
“jadi kau mengatakan hal tersebut dengan bukti yang sedikit
itu? Kau berani juga nak, itu adalah tebakan yang berbahaya.”
“aku percaya dengan tebakanku”
“wah wah wah… kau sangat menarik Jusuf, hahaha”
Dalam obrolan kami, Pak Reno tertawa, aku bersyukur tebakan
yang 50:50 itu berakhir benar. Jka tidak, maka aku akan sangat tidak sopan.
“tapi pak Reno, tidak seharusnya anda berterima kasih
denganku, sebenarnya kau lah yang menyebabkan masalah kepada anakmu, yaitu…”
Aku menjelaskan semua kronologi dari pemuda gendut yang
melecehkan Yuna memberi dendam kepadaku, dan karena diriku, Sarah mendapat
masalah.
“Maka seharusnya aku yang meminta maaf disini”
“hmm… jika itu memang benar, berarti ini adalah hal gawat.
Tapi, ada satu alasan lagi kenapa aku memanggilmu kemari”
“Benarkah? Apa itu?”
Pak Reno mengambil sebuah kertas di mejanya, dan ketika
kuperhatikan, itu adalah lembar jawabanku.
“kau masih ingat Jusuf soal terakhir dalam ujian tulis
bagaimana?”
“pertanyaan mengenai “Perdamaian” itu kan?”
“ya benar. Semua peserta menjawab pertanyaan sesuai dengan
buku semua, seperti ‘Perdamaian dapat diraih jika memiliki kekuatan’ atau
‘Perdamaian dapat dicapai dengan kerjasama’. Hanya 2 hal itu saja. “
Pak Reno menjelaskan hal tersebut dengan serius, namun
tiba-tiba pandangannya berubah kearahku.
“tapi kau berbeda Jusuf, kau memang menjawab menggunakan 2
teori itu. Tetapi akhir kalimat jawabanmu membuatku sangat tertarik”
Pak Reno mulai mendekatiku dan bertanya kepadaku.
“Kenapa kau menjawab ‘Perdamaian bukan hanya sekedar
Kekuatan dan kerjasama, bukan juga persoalan menggunakan Logika untuk
menyelesaikan masalah. Karena perdamaian hanya diartikan sebagai kata aman’
jadi perdamaian seperti apa yang kau maksud Jusuf?”
Pak Reno bertanya sambil melihat ke arah mataku dengan
serius.
“aku memiliki pendapat bahwa ‘Perdamaian adalah ketika
masyarakat dan Negara memiliki kepentingan yang sama dan memiliki aturan dan
landasan yang jelas dan mengikat. Yang pada akhirnya tujuan yang dituju
bukanlah kekuatan. tetapi adalah kemaslahatan bersama atau mensejahterakan
khalayak luas ’ karena semua teori yan saya pelajari hanya berbicara seputar
‘kepentingan’ dan ‘kekuatan’, ketika Negara dan individu mencari kepentingan
dan kekuatan, maka hasil akhir tetap berada pada ‘Egoisme’ dan pemikiran yang
memberatkan satu pihak tersebut.”
“Jadi maksudmu manusia hanya mengejar perdamaian dengan
menggunakan kekuatan yang pada akhirnya merugikan orang lain. Begitu?”
Wajah Pak Reno yang berpikir keras mulai melihatku dengan
wajah penuh pertanyaan.
“Saya memiliki pendapat, bahwa kenapa manusia berbeda dengan
hewan karena Hati Nuraninya dan cara berpikirnya. Karena kita tidak begitu
memperdulikan hasil akhir, hanya berujung pada keuntungan dan keuntungan. Bukan
berlandaskan hal lain. Lantas, apa yang membedakan antara manusia dengan hewan
karena mereka berdua mencari keuntungan sendiri untuk bertahan hidup?”
Setelah pertanyaan itu Pak Reno duduk di hadapanku dan mulai
memikirkan pernyataanku. Aku membiarkannya berpikir dan meminum kopi lagi.
Setelah beberapa menit Pak Reno terdiam akhirnya dia melihatku.
“Baiklah Jusuf sepertinya kita akan memiliki diskusi lagi
setelah ini. Terima kasih sudah menemaniku mengobrol, sudah lama aku tidak
berpikir keras seperi ini.”
Pak Reno dan aku bersalaman dan beliau memanggil sekretarisnya
untuk masuk ke kantor.
“Jusuf ini adalah Katherine, dia akan membimbingmu”
“Tuan Jusuf, tolong ikuti aku”
Aku menunduk sopan kearah Kepala sekolah Reno dan mengikuti
Nyonya Katherine keluar ruangan. Setelah lama berjalan, aku sampai ke ruang kelas
yang kosong dan di persilahkan duduk disana dan menunggu sebentar. Setelah itu,
beberapa Peserta mulai masuk ke ruangan tersebut. mereka terkejut melihatku ada
didalam sini, namun aku menghiraukan mereka. Setelah 8 peserta masuk, 2 peserta
terakhir yang masuk adalah Jack dan Yuna. Jack yang melihatku seakan-akan
melihat hantu langsung berlari menghampiriku.
“Yo Jack”
“Yo Jusuf, ehhhh… ini bukan waktunya untuk santai mengatakan
YO! Kenapa kau berada disini!?”
“aku tidak tahu, aku hanya dibawa kesini dan…”
Aku menceritakan Jack semua kisahku kenapa sampai kesini.
“owhh… begitu”
“kau memang luar biasa Jusuf”
Yuna yang mengupin pembicaraan kami dan duduk disampingku
mulai mengucapkan selamat kepadaku, padahal aku belum tahu ini kelas ini untuk
apa.
“Hei Jack, Kita dikumpulkan disini untuk apa?” aku bertanya
ke Jack
“apa kau tidak tahu? Ini adalah kelas untuk-“
“baiklah para peserta selamat atas kelulusannya”
Jack yang belum selesai ngomong dipotong oleh Nyonya
Katherine yang sedang berbicara di depan kelas. Aku tidak terkejut dengan kata
‘kelulusan’ Karena perkataan Pak Reno ‘akan berdiskusi lagi’ denganku.
“kepada para semua peserta disini, kalian adalah penerima
beasiswa di AMIR selama 4 tahun disini. Terutama kepada Jusuf yang mendapat
beasiswa khusus dari Kepala Sekolah”
Owhh… bodohnya aku, kenapa aku tidak pernah menduga bahwa
aku juga menerima beasiswa. Dan Jack berhenti melihatku dengan tatapan
‘bagaimana bisa Jusuf mendapat beasiswa’ sama seperi peserta lainnya melihat ke
arahku dengan penuh tanda Tanya. Dan Yuna, berhenti melihatku seperti kau
sedang melihat seorang ‘pahlawan’. Dan Begitulah akhirnya aku dapat diterima di
AMIR, tetapi permasalahan baru dan politis baru saja akan membanjiri
kehidupanku di AMRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar