Pahlawan Perang Dunia [Bagian 16]
Author : Ihsan iskandar
“Apa yang terjadi dengan mukamu Jusuf!?”
Yuna mendekatkan dirinya ke mukaku. ‘bahaya, bahaya, bahaya’
menerima alarm peringatan di pikiranku, aku langsung mundur kebelakang. Hari
ini, aku dan Jack pergi ke perpustakaan kota untuk belajar dan bertemu dengan
Yuna seperti janji kami kemarin. Karena luka lebam dan balutan putih di dahiku,
Yuna menyerangku dengan beribu pertanyaan.
“aku hanya terjatuh di tangga Hotel itu saja, benarkan Jack”
“ehh… hmm… iya iya, dia sangat ceroboh”
Jack membantuku berbohong walau perang tidak begitu
meyakinkan. Yuna melhat kami berdua secara seksama, dan Jack semakin bergetar
karena takut. Hei ayolah Jack kau tidak perlu setakut itu.
“geeee…, yasudahlah aku mempercayaimu Jusuf”
Setelah beberapa detik memperhatikan kami berdua, Yuna
akhirnya menyerah juga.
“Baiklah, apa yang akan kita pelajari?”
“ohh mengenai itu aku sudah menyiapkan beberapa catatan,
kalian berdua hanya perlu menjawab apa yang aku tuliskan disini”
Aku memperlihatkan buku catatanku yang berisikan pertanyaan
kepada Yuna dan Jack.
“ehh Benarkah hanya dengan ini kita dapat lulus ujian tulisan
nanti?”
“ya, Yuna hanya perlu menjawab ini dan akan lulus ujian
tulisan dengan mudah”
Yuna memiringkan kepalanya seakan tidak percaya dengan apa
yang kukatakan. Tapi setelah beberapa saat Jack memberikan dukungannya.
“Yuna~ percayalah kepada Jusuf aku sudah bersamanya selama 8
tahun, dan aku dapat menjaminnya”
“hmm… ya, baiklah. Ayo kita lakukan”
Yuna akhirya percaya dan kami mengerjakan pertanyaan yang
ada di buku catatan ku. Sebenarnya jika ditanyakan kenapa aku tahu bahwa
pertanyaan-pertanyaan itu akan keluar, aku telah melihat buku dokumentasi
lulusan AMIR dari tahun ke tahun. Di dalam sana terdapat penjelasan apa-apa
saja yang akan ditanyakan di ujian nanti, walaupun lebih berbentuk tulisan kesan
pribadi mantan pelajar di AMRI. Tapi dengan menggunakan kolektif data.
Setidaknya 90% soal yang sama akan keluar.
30 Menit belajar, aku teringat aku harus melakukan sesuatu,
aku berdiri dan mulai beranjak pergi.
“Mau kemana Jusuf?”
“Aku ada sedikit urusan”
“Kalo begitu aku ikut!”
Yuna yang melihatku pergi mulai bertanya dan malah ingin
ikut bersamaku, aku tidak bisa bilang kepadanya aku pergi ke penjara untuk
melihat pemuda yang melakukan pelecehannya kepadanya apakah sudah di penjara
atau tidak.
“Tidak, kau tidak boleh ikut Yuna. Kau ingatkan bahwa kita
kesini untuk belajar. Aku sudah mempelajari semuanya, jadi duduk dan
kerjakanlah”
“hmm… baiklah, kau harus berhati-hati Jusuf”
Yuna akhirnya merelakan aku pergi, walaupun dia memasang
muka sebal kepada ku. Setelah melambaikan tangan, aku beranjak pergi ke kantor
pertahanan penjara bagi penjahat-penjahat domestik.
Setelah 10 menit berjalan, aku sampai ke penjara tersebut,
aku bertemu dengan petugas militer berambut perak tempo hari lalu.
“Hei, kau yang kemarin, bagaimana keadaanmu? Oh ya, aku belum
memperkenalkan diriku. Namaku adalah Ivan”
“aku sudah tidak apa-apa, hanya goresan kecil. Perkenalkan,
namaku adalah Jusuf terima kasih atas bantuanmu kemarin”
Aku menyambut tangannya dan kami bersalaman, ketika
bersalaman, aku dapat merasakan kekuatan genggamannya sangat kuat dan telapak
tangannya sangat kasar. Hal itu membuktikan bahwa dia adalah pekerja keras.
Setelah bersalaman, Ivan bertanya apa kepentinganku datang
kesini. Aku bertanya padanya mengenai penjahat ayng menggngguku kemarin. Ivan
lansung mempersilahkanku ke ruangan penjara. Namun ketika melihat ruang penjara
yang gelap dan jeruji-jeruji yang berbaris, aku mengingat kembali masa laluku.
“hmm… Ivan, sepertinya aku tidak perlu masuk, aku hanya akan
menanyakan kabar mereka” aku berhenti tepat di pintu masuk ruang sel pejara
tersebut. pada awalnya Ivan memakai tampang penasaran namun akhirnya dia hanya
menjawab pertanyaanku.
“hmm… baiklah, seperti yang kau tahu Jusuf, kau sudah
menjebloskan mereka berlima ke penjara kemarin, namun Pemuda yang memukulmu
sudah dibebaskan pagi ini, itu karena ayahnya adalah seorang petinggi di
penjara ini. Dan ebaiknya kau berhati-hati nanti jikalau dia menyerangmu lagi.
Panggil aku jika terjadi sesuatu”
Ivan menjelaskan hal tersebut secara panjang lebar dan
memberikan saran kepadaku. Jika ayahnya pemuda cabul itu adalah petinggi
penjara ini, maka bukan hal yang tidak wajar baginya untuk bebas dengan mudah.
“Baiklah , saranmu akan kuingat. Terima kasih atas sarannya”
Aku mengucapkan terima kasihku dan pergi meninggalkan tempat
tersebut dan kembali ke perpustakaan dimana Yuna dan Jack sudah menunggu.
Ketika kembali disana, aku melihat Jack yang sudah tidur di atas buku
catatannya dan Yuna yang marah-marah kepadaku karena aku tidak kembai
secepatnya. Bukankah Yuna sudah bertingkah seperti seorang istri yang memarahi
suaminya pulang terlambat kerumah? Pikiran itu kukesampingkan dan aku meminta
maaf ke Yuna dengan mengajarinya belajar sampai larut malam.
Keesokan harinya, kami bertiga berkumpul kembali bersama
calon pelajar di lapangan AMRI untuk mengikuti ujian lisan. Kami yang sudah
mendapatkan nomor dari panitia. Aku nomor 12, Jack 142, dan Yuna 765. Dan dari
angkah yang sangat berselisih itu, kami diurutkan di masing-masing kelas
menurut nomor masing-masing.
Ketika ujian lisan berlangsung, aku ditempatkan di kelas
yang berbentuk ‘U’ dan mampu menampung kira-kira 80 pelajar dan4 orang pengawas
di tiap sisi. Dan ketika aku melihat soal ujiannya. Yup, pertanyaanya sama
sepertinya perkiraan soal yang kubuat, aku mengejarkan soal tersebut secara
perlahan agar tidak ada orang yang mencurigaiku. Aku harap Jack dan Yuna bisa
mengerjakannya.
Dalam proses pengerjaan soal itu aku yang duduk di paling
depan kanan itu memperhatikan ada seorang perempuan yang berambut pink, dengan
paras yang cantik, kulit putih secerah berlian. Aku mengira dia adalah seorang
putri bangsawan duduk berlawanan dari arahku. Tapi karena pengawas d depanku
mulai memperhatika gerak-gerikku, aku tidak bisa memperhatikannya lebih lama
lagi.
Ketika waktu sudah mulai habis dan aku melihat soal
terakhir. Soal terakhir itu meminta pendapat ‘apa yang dimaksud dengan
perdamaian’.
“haha… Pertanyaan yang sangat menarik” aku menjawab
pertanyaan tersebut dengan menarikan pensilku di lembar jawaban itu. Setelah
lonceng berbunyi, kami bergegas mengumpulkan kertas jawaban kami ke depan.
Setelah kau meletakkan punyaku, aku melihat wanita berambut pink itu kesusahan
untuk mengumpulkan kertas tersebut di keramaian. Dan karena tidak kuat,
akhirnya kertas yang dipegangnya jatuh dan terlihat akan diinjak-injak oleh
peserta lain.
Melihat kejadian itu, aku langsung sigap mengambilnya
diantara kerumunan itu, walaupun akhirnya tangan kananku yang terluka malah
diinjak oleh peserta lain, tetapi pengorbanan berbuat kebaikan itu pasti ada.
Setelah itu, aku memberikan kerta itu kepada perempuan berambut pink tersebut.
Perempuan itu melihatku dengan ekspresi terkejut, dia segera
membuang mukanya dan mengambil kertasnya tanpa sepatah katapun. Yahh… mungkin
dia malu atau apa. Tapi hal itu tidak penting karena mottoku yang berbunyi
‘menolong tanpa pamrih’.
Setelah ujian lisan selesai yang menunjukkan sudah waktu
sore hari, aku bertemu dengan Jack di luar kelas dalam keadaan jongkok dan
depresi, aku berusaha bertanya kepadanya dan dia hanya menjawab “terllau banyak
tekanan”. Yahh… itu bukan suatu hal yang dapat diharapkan dari Jack.
Namun sangat berbeda dengan Yuna, Yuna datang menghampiri
kami dengan wajah sanga ceria bahkan berjalan edngan sedikit lompatan seperti
anak-anak yang sedang bertamasya. Aku mengucapkan selamat padanya karena
mengerjakan ujian itu dengan sangat baik. Tapi setelah dipuji dengan kata-kata,
Yuna seperti menunggu sesuatu yang lain dariku sembari mendekatkan kepalanya
kepadaku. Setelah beberapa detik berpikir aku berkata.
“apakah kau mau aku traktir lagi?”
“ap- huuuuuu, Dasar Jusuf bodoh!”
Yup, setelah
perkataan Bodoh itu, aku juga ikut berjongkok disamping Jack sambil memakai
wjah depresi.
Keesokan harinya, ujian Fisik dilakukan, kali ini kami
berkumpul di gedung olahraga yang amat besar, jumlah lebih dari 1.000 peserta
seperti bukan apa-apa, bahkan masih terlihat lenggang. masing-masing dari kami
disuruh mencoba untuk serangkaian ujian fisik yaitu :Lari 20 Meter, Lari 100
Meter, Push Up, Sit Up, Pull Up, Lompat Tinggi, Skotch Jump, dan Grip Hook.
Untuk ujian kali ini, Jack terlihat sangat percaya diri. Hal
itu tentu karena suatu alasan. Kami pun secara bergiliran mencoba hal tersebut.
Untuk Maksimal penilaian ujian fisik ini adalah Lari 50
Meter: > 15 Detik . Lari 100 Meter: > 30 Detik . Push Up dalam 1 Menit:
> 50 Push Up. Sit Up dalam 1 menit: > 60 Sit Up . Pull Up dalam 1 menit:
> 40 Pull Up. Lompat Tinggi: > 5 Meter. Skotch Jump dalam 1 menit: >
50 Skotch Jump. Grip Hook: > 20 Kg.
Jack yang berada di depanku telah dites untuk pertama kali,
seperti yang diharpkan, di mendapat nilai sangat sempurna bahkan lebih. Itu
karena semenjak kecil, aku tahu bahwa dia memiliki ketahanan tubuh yang luar
biasa. Ketika dia melakukan tes itu, semua mata tertuju padanya dan tak ada
satupun yang menyadari bahwa aku juga sedang ujian.
Setelah ujian fisik selesai, Jack dengan hidungnya yang
memanjang memamerkan nilainya kepadaku, ughh… aku memang kalah akan hal ini,
tapi mungkin memerinay pujian bukanlah yang salah. Yuna yang yang juga sudah
kembali memperlihatkan nilainya kepadaku. Kaku terkejut ternyata walaupun
badannya kecil, dia memiliki ketahanan tubuh di atas rata-rata. Ketika Yuna
bertanya bagaimana penilaianku, aku tidak memberitahunya dan menyembunyikan
dibelakangku. Bagaimana aku bisa bangga terhadap nilai standarku. Yuna yang
tidak mau mengalah mengatakan “ayolah-ayolah perlihatkan padakuuu” berulang
kali dan mendekatkan tubuhnya ke tubuhku ‘BAHAYA, BAHAYA, BAHAYA’ sinyal SOS
timbul di benakku dan aku lari menjauhi Yuna secara tiba-tiba.
Dan akhirnya ujian hari terakhir tiba, tapi aku mendapat
sebuah surat di depan pintu kamarku di Hotel Savra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar