Pahlawan Perang Dunia [Bagian 10]
Author : Ihsan Iskandar
Setelah beberapa minggu berlangsung. tepatnya 21 hari,
keseharianku hanyalah duduk di sudut sel dan makan-makanan di yang diberikan
penjaga 2 kali sehari. Pada 2 hari pertama. aku tidak makan dan hanya melihat
makanan di depanku mulai membusuk, namun penjaga yang mengetahui hal tersebut
memukulku dan memaksaku untuk makan. Aku masih berusaha untuk menolak dengan
segenap kekuatanku, namun ketika dalam keadaan kritis karena keadaan kelaapran
yang sangat luar biasa, aku teringat wujud Kak Sherli yang mashi memint tolong
kepadaku di suatu tempat. Karena hal tersebut, aku mulai makan dan minum
seperti biasa.
Didalam sel kecil yang dikelilingi oleh batu-batu tersebut,
bahkan cahaya sangat sedikit masuk ke sel ku. Aku menghabiskan waktu dengan
Push Up, Sit Up, Menggores-gores di dinding dan memikirkan bagaimana bisa kabur
dari tempat ini. Setiap 3 haris sekali, aku dipersilahkan mandi, di penjara
tersebut yang dominasi diisi oleh pria-pria berumur 24 tahun keatas itu, aku
adalah sasaran empuk bagi mereka, namun selalu ada penjaga yang siap menjagaku
dan aku selalu aman. Namun pernah suatu ketika, penjaga yang menjagaku pergi
dari kamar mandi. Setelah itu pula, 1 pria besar berpakaian pidana
mendatangiku. Aku yang terpojok ingin lari dari tempat tersebut, sambil
membanyangi akan terjadinya sesuatu yang buruk menimpa diriku, aku mempercepat
lari ku ke arah pintu keluar yang tepat berada disisi di belakang pria
tersebut.
Berusaha untuk menghindarinya. Tapi, pria tersebut dapat
menangkap lengan kananku dan aku jatuh terpingkal ke tanah. Dalam keadaan
terjatuh tersebut, aku dapat melihat wajah mengerikan itu kian mendekatiku.
Wajah buruk rupa dan nafas yang sangat bau membuat aku mulai meronta seperti
orang gila. Tapi, aku harus menenangkan diriku, dalam aspek kekuatan aku tidak
dapat mengalahkannya. Maka aku berpura-pura lemas dan menuggu kesempatan ku.
Setelah pria itu melepaskan tangan kananku, aku memukul dengan kuat dagunya.
Walaupun pukulan ku tidak sampai membuatnya menjauh, dia semakin marah dan
menyiapkan kepalan pukulannya. Tapi beberapa saat kemudian, dia pingsan. Tentu
saja karena jika memukul dagu, hal yang palig fatal berakibat adalah geger
otak.
Aku berdiri dan berlari menjauh dari kamar mandi tersebut,
dan menemukan penjaga yang menjagaku tadi di pojok lorong.
21 Hari kemudian. di siang itu, aku yang masih berolahraga
mendengar pintu besi tahananku dibuka dan seorang penjaga menyilahkan ku keluar
sel. Aku hanya mengikutinya tanpa sepatah katapun. dalam keadaan terborgol
tersebut, aku sekarang berada diluar penjara yang sudah mengurungku selama 24
hari itu. Penjaga tersebut mearik tanganku dan melepaska borgolku sembari
berkata “Kau telah dibebaskan” dalam keadaaan terbodoh tersebut, aku berjalan
kedepan mendekati jalan trotoar, dan di samping kanan kanan yang tidak jauh
dariku, aku melihat sosok yang sudah sangat kukenal. Ya benar itu adalah Pak
Tua Korna.
Aku menghampirinya dengan tergesa-gesa dan tanpa sadar
memeluknya dengan sangat erat, aku merasakan rasa hangat air mataku mengalir
kian deras di sudut pipiku. Dan Pak Tua Korna membalasnya dengan memegang
kepalaku. Setelah itu, kami berdua menaiki gerobak kuda dan pulang ke desa
Roxanda.
Selama 3 hari di perjalanan itu, aku bertanya bagaimana aku
bisa bebas, namun Pak Tua Korna hanya menjawab “Masalah sudah selesai, kau
tidak perlu memikirkannya. Kau sudah bebas” namun hal tersebut masihh membebani
pikiranku. Sesampainya dirumah pak Tua Korna. Malam itu, aku mendatangi Pak Tua
Korna di perpustakaannya, aku memberanikan diri utnuk berterima kasih
kepadanya. Sampai di ruang perpustakaan aku melihat Pak Tua Korna sedang
membaca buku seperti yang biasa lakukan. 2 meter, 1 meter kemudian aku menyapa
pak tua Korna.
“hmm… Tuan Korna”
“Ooohh… ada apa bocah? Bukankah sudah kubilang jangan kau
panggil memakai nama ‘tuan’ atau apapun itu, panggil saja aku pak tua ahahaha.”
Pak Tua Korna membalasnya dengan candaan.
“Begini pak tua, Aku Ber-“
“Oh iya Bocah, mulai dari sekarang aku akan mengajarimu
semua pengetahuan dan kemampuan yang kumiliki kepadamu, dan jangan Tanyakan
kepada ku kenapa.”
Setelah memotong perkataanku, pak tua korna mengeluarkan
sebuah catur tua di bawah mejanya.
“Baiklah Bocah, kau harus mengalahkanku dalam bermain catur,
jika kau tidak bisa mengalahkanku, kau tidak boleh pergi dari desa ini,
walaupun untuk selamanya. Hahaha. Dan kau harus tahu, seumur hidupku sampai
sekarang, aku tidak perah terkalahkan dalam bermai catur”
Pak Tua Korna menjelaskannya hal tersebut dengan ciri
khasnya. Aku kan menjadi muridnya Mantan Presiden dan Pahlawan Roxalia? Aku
yang tanpa berpikir panjang mengatakan
dengan keras. “Baiklah aku MAU!” sembari melakukan pose hormat.
“hahaha semangat yang bagus bocah, baiklah latihan akan kita
mulai besok. Tapi ingat pelatiihanku akan sangat keras bahkan sampai kau akan
berpikir lebih baik mati saja hahaha”
“AKU BERSEDIA!”
“umuu… bagus dan mulai sekarang namamu adalah Jusuf Gizzle”
Setelah anggukan dari pak Tua Korna, aku merasa memiliki
tujuan hidupku lagi, aku akan menyelamatkan Kak Sherli dan dikenal sebagai
pahlawan bukan sebagai pengkhianat. Perjalanan latihanku menjadi pahlawan pun
dimulai dari sekarang.
{Penulis : Hai teman-teman terima kasih sudah membaca
tulisanku sampai sekarang, walaupun banyak Typo atau perkataan yang kurang jelas,
kuharap teman-teman dapat memberitahukannya kepadaku akan aku dapat menjadi
lebih baik. Setelah episode ini, nuansa tulisan akan dipenuhi dengan
perpolitikan dari bahasa maupun keadaan. Semoga kalian senang membacanya}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar