Kamis, 28 Juli 2016

Dendam Mengelabui | Puisi Naratif

                                                              Oleh:  Putri Syahfitri 

Saat ku mulai larut dalam kecupan
Sontak tubuhku merebah, otomatis kerutan kening terlukis
Raga yang merasakan sakit akibat hempasan
Tak sebanding dengan batin yang terjerat kian terkikis

Sekejap saja ku rasa dekapan yang entah itu hanya manipulasi
Seakan derai air mata ingin mewakili suara hati
Namun terbendung oleh kebingungan mencerna kondisi
Adalah aku, terseret padanya, nurani yang tlah mati

Teriakan keras, mata membelalak, dan tangan yang melayang menghampiri tubuhku, siksanya
Tidak akan berhenti sampai disitu, takkan pernah selesai !!
Aku merintih  ku memelas "tolong"  seolah angin bertiup di telinganya
Sudahlah !! semua seperti enggan ! Amarah dendam segera mengelabui hati bersahut "tenang, ini akan usai!!

Jinaknya berevolusi buas
Mata memerah mengilas balik tragedi sengit, Aku memanas!!
Memelas berganti keras kini berbalik peran, Aku mengganas!!
Aku dikuasai oleh api dendam sesiapapun takut menghalang, Aku puas!!

Tlah terbalaskan kau bersimbah darah terkujur beku
Aku saksikan jelas rintihan "hentikan,hentikan!" Memohon percis saat aku diposisi itu
Tawa jahat menyempurnakan aksi pembalasanku "wuahahaah"
Ternyata kau masih daya menyerang menyisipkan batu

Api dendam merembet,  "jangan paksa aku ntuk menghabisi kau!! "
Menyeret meninggalkan jejak merah engkau meraung kelalap
Jangan salahkan! Karna ini sebab dan akibat yang ditempa oleh kau!!
Biarkan aku melampiaskan batin yang hampir mati terendap

Mengambil tambang melingkari tubuhmu pada beringin gersang
Hey!!  Kini aku melihat aku yang diperankan oleh kau
Ooohh tidak dendam terpatri begitu berbekas kembali ku Serang
Matamu mulai berbinar mengemis iba. Aku mengimbau

"Siksaku ini tak sebanding dengan perlakuanmu bertahun-tahun mengendapkan tangis, menghanguskan bahagia, membenamkan canda, menggulung senyum, meraup luka, kemudian kau sendirilah yang mengajarkanku, menempaku, mengolahku, untuk tau apa itu dendam untuk tau bagaimana aku mengekspresikan dendam, untuk tau bahwa dendam itu jiwamu yang kau salurkan padaku. Kau dapatkan dari setan yang entah dari mana dan seakan kau hadiahkan padaku untuk aku merasakan luka untuk aku merasakan hidup yang aku rasa lebih pantas mati. Mengapa? Mengapa? Mengapa kau berjuang melahirkan ku untuk sebuah pelampiasan yang tak ku pahami mengapa!! Mengapa? Mengapa? Mengapa kau masih berjuang membiarkan aku ada disampingmu meski sayatan yang tiap hari ku terima. Mengapa? Mengapa? Mengapa kau memilih aku menutup dunia sedang dunia begitu menakjubkan kedengarannya!  Mengapa? Mengapa? Kau masih biarkan aku hidup makan bersama mu meski tiada lagi kebahagiaan yang kau enyam Mengapa? Mengapa? Kau masih saja berusaha untuk tetap disampingku meski kau tak pernah mendengar pinta cerita dan rintihan pahitnya rasa ini. Mengapa?  Mengapa? Kau masih disini meski kau setiap tatap wajahku kau lemparkan aku dengan wajah kesetanan?  Mengapa?? Mengapaa?? Kau lakukan semua ini??  Bukankah kau seharusnya malaikat dunia bagiku? Mengapa? Kau seperti setan yang sebenarnya hanya butuh aku untuk dihasut?  Bukankah kau seharusnya malaikat tak bersayapku? Mengapa?? Mengapa???? Mengapa kau tetap disini meski ku tau tatapan bengis itu menyalurkan bahwa kau sangat membenciku!! Mengapa? Mengapa?  

Tambang yang ingin dilingkarkan terlepaskan, daya habis aku melemah dan pingsan
Wanita berbikini mengisak tangis akan teriakanku
Isakan tangisnya semakin keras air matanya bercampur darah sebab bantaian
menggoyangkan tubuhku dan meratapiku

Memelukku erat dan entah apakah kali ini juga manipulasi??
Terbangun aku dalam dekapan yang aku anggap ini hangat karna itu yang ku dambakan
"Maaf,maaf,maaf,maaf" bisiknya seakan menyesali kejadian
Aku berlari dan bungkam takut mengartikan emosi.

Tangannya menggapai namun tak sampai
Ia sempat menyampaikan lembut dengan suara lantang bermaksud sampai ditelingaku
Sayup sayup ku dengar " itu semua sebab aku tak ingin kehilanganmu !! " 

Minggu, 17 Juli 2016

Cerita Besambung Berujung Novel

Kehangatan dalam Bungkam  

Ngush,, ha,, huu ,, haa .. terengah-engah sampai keletihan menghembuskan nafas. Sontak aku bangun dari tidur panjangku.  “Huuftt … hanya mimpi” pikirku. Kulirik perlahan jam dinding merah muda di belakangku . Sedikit pupil mata membesar dan kembali kuhela nafas dan terdengar cacing-cacing perutku memanggil dengan manjanya . “ Caelahh dapat panggilan darurat dini hari gini” Setelah mengalami mimpi panjang yang terus ku ingat-ingat akan melekat karna ku tak sabar ntuk membagikan mimpi aneh ini dengan sohibku dan juga sebagai penafsir mimpi pribadiku. Heheh .
Ku singkirkan selimut kesayanganku berwarna ungu lembut . Sejenak  memenuhi panggilan darurat yang sirine nya semakin kencang mengiung hehe . Keadaan rumah yang gelap membuatku sedikit berlari kecil menuju dapur yang tidak begitu jauh dari kamar tidur . Namun aku harus menuruni tangga ntuk menuju ke dapur . Huh ! masih lelah sebab mimpi yang tampak nyata itu hingga menguras banyak tenagaku. Tepatku berdiri di meja hidangan . Tak kulihat sedikit makanan yang tersisa . Langsung ku tuju lemari penyimpanan cadangan makanan. Butuh sedikit jinjit untuk menggapainya sembari ku buka lemari nya dengan perlahan terdengar suara air kran dengan deras . Ternyata sumber suara itu berasal dari kamar mandi belakang .

Aihh .. ku tertegun. “ Siapa nih di kamar mandi ? ku lihat tadi semua sudah tertidur dengan pulasnya . Kembali ku tutup lemari berisi makanan  yang tak sempat aku ambil. Dengan jalan menyendat-nyendat bak detektif aku menuju sumber suara . Kuraih melambat gagang pintu kamar mandi yang ternyata tidak terkunci . Dengan cepat ku bantingkan pintunya dan terbuka. Aku kaget bercampur haru bahagia ternyata itu dia sohibku penafsir mimpi yang sudah lama kutunggu kehadirannya . Ku langsung berlari dan memeluknya saat kugapai tubuhnya yang benar saja aku tidak bisa memeluknya . Aku lupa bahwa kini kita tlah berbeda . Iya benar, ia salah satu korban kecelakaan waktu itu dan aku salah satu korban yang selamat pada kejadian 3 bulan yang lalu . Namun kecelakaan maut itu tidak benar-benar memisahkan kami. Terkadang aku bersyukur aku masih bisa bersahabat dengannya meski seperti ini wujudnya .