Kamis, 01 September 2016

SUNNY-RAIN || Kita

                                                    

Sunny.  Kata yang bersebrangan pada logika diri yang basah melembabkan
Sunny. Terlalu terang untuk mendapatkan sebuah keteduhan
Sunny. Menyelusup cahyanya di pori-pori keseharian
Namun Sunny. Sunny. Sunny. Sebutan yang ku sematkan pada nama yang nyatanya tlah bertuan.

Adalah sunny kata yang hingga kini ingin ku iringi pada hujan.
                                      -SunnyRain-


Ahhk! Ada saja diri menyandingkan sampai-sampai ingin menyatukan yang amat berbeda.
Asa yang tlah ku torehkan pada beberapa carik kertas yang sengaja aku pisahkan dari buku beraksenkan toska muda itu, mulai ku resapi mana yang harus di kemas kembali dalam mimpi tidur sahaja dan mana yang akan ku selipi dalam gorong-gorong mimpi saatku terbangun.


Saat itu aku mengenal teori kelabu. Ketika hitam bercampur putih yang berakhir menghasilkan warna abu-abu. Itu mengandung makna kepudaran bukan?  Saat yang amat berbeda dipaksa untuk bersatu. Sedikit aku mulai meresapi, memilah makna untuk sebuah penyatuan yang dalam ombang ambing sejak aku menyimpan harapan besar bahwa -SunnyRain- benar-benar dapat disatukan namun tak sekelabu teori hitam dan putih yang kemudian menyatu menghadirkan pudar bukan pula sebuah kejelasan yang tegas.


Ahhk! Aku mulai memejamkan mataku harap terhanyut mendayu-dayu kemudian kembali pada asa yang sengaja ku hadir kan dalam mimpi tidur malam ini. Alasannya biasa, sebab kalaupun ia tak bakal nyata di dunia realita paling tidak ia begitu nyata di saat hanya imaji ku yang bermain.

Esoknya di pagi hari, deraian hujan dengan bau khasnya berhasil membangunkan diri yang terlelap memeluk kertas yang nyaris remuk.
Woww.. betapa bahagianya diri di sambut padanya. Yang ku anggap teman bisu namun mahir melunturkan tangis dalam setiap bulir yang jatuh membasahi apa yang ia sapa. Masih dalam genggaman secarik kertas itu. Membuka jendela melihat dengan
dengan detail bulir yang jatuh beraroma tanah bekas basahnya.
Mengulurkan tangan menyentuh lebih dekat. Waduh ini membuatku tak mampu lagi menahan diri terjun langsung menggeliat bersamanya. Tanpa pikir panjang, tanpa mengganti piyama yang sedang kukenakan,aku berlari menuju apa yang tlah ku tunggu sejak kemarau melanda kota ini. Upss aku tak sadar masih menggenggam secarik kertas itu. "Hmm aku tinggal dulu ya kini aku akan berbagi tentang mimpi yang hadir tadi malam bersama ia -sanghujan- "

Menengadahkan kepalaku perlahan terhanyut. Di balik deraian ini aku mulai bercerita banyak hal yang sudah ku ancang-ancang untuk diceritakan. Bibirku tak membuka dan mengatup karna hatiku yang berkisah. Seketika puing-puing kegundahan luntur olehnya. Senyum tawaku mengembang seakan hujan kembali menggairahkan diri yang hampir kalah. Ia terus membasahi bumi hingga kekerontangan terbebaskan akan hadirnya. Bahkan pula kekerontangan yang tlah menyelimuti jiwaku beberapa pekan ini. Ohh ku harap terjawab pula asa yang ku torehkan itu tentang -sunnyrain- 1 jam 2 jam berlalu -sanghujan- seperti paham kerinduan ini hingga ia ingin berlama mengunjungiku. Namun waktu tlah meneriakiku. Saatnya aku kembali keperaduan. Rasanya enggan kaki ku melangkah meninggalkannya yang tlah hadir. Sekali lagi aku menari di bawahnya sebagai ucap pamit yang semestinya. Dahh hujan aku bahagia kau mengunjungiku begitu lama kali ini. Lain kali kita akan temukan sebuah penegasan yang menjawab asaku ^^.

Kala ku kembali aku tetap menatapnya dari kejauhan di kediamanku. Menikmati senandung ritme rintikan yang ia tawarkan. Seakan menyanyikan ku sebuah lagu berirama mendalam. Perlahan rintikan itu menguap tak bersuara lagi. Aku paham ia pun punya takar dan waktu kapan harus datang dan kembali. Biasaku tak ingin melihat saat terakhir ia benar-benar hilang tak meninggalkan titik namun kali ini aku berlari mengejarnya yang akan kembali. Saat ku hampiri ia benar-benar tlah menguap dan hilang hanya tinggal jejaknya yang menyisakan genangan mungkin saja sebuah kenangan.

Mentari pun kembali menyinari. Kali ini aku juga coba menyusup di balik cahayanya. Sepertinya aku juga meraup kehangatannya. Memandangi langit yang kembali membirukan dirinya. Sebiru rasa ku kali ini. Seketika mataku tertuju pada warna-warni yang menghiasi birunya langit. Deg. Hatiku berhenti sedetik. Apakah ini jawabannya? -SunnyRain-

Hmm slama ini aku melupakan sebuah teori berwarna lainnya. Teori pelangi yang di sebut-sebut oleh mereka sebagai hadiah dari badai. Sebab mereka lebih suka warna yang di hasilkan dibandingkan beningnya -sanghujan- .
Huuft.. aku segera menelisik, mengulik remis-remis yang ku temukan. Seakan menyatukan puzzle berserakan.

Asaku benar.

Apabila penempatan,  urutannya benar maka akan menghasilkan hal yang mungkin saja sudah jauh sebelumnya engkau rencanakan. Dan kali ini tlah terjawab pula -SunnyRain- penggabungan yang bukan pula sebuah kelabu. Sebab ia mendatangkan warna. Ingatkah engkau warna pelangi yang sering kita mainkan saat kanak-kanak dahulu?  Ya. Me-ji-ku-hi-bi-ni-u. Mungkin kita akan membayangkan pelangi tersusun oleh tujuh warna tersebut. Ternyata kita salah karna pelangi tersusun oleh seluruh warna yang ada di dunia ini, lebih dari sejuta warna. Hanya saja mata kita yang terbatas ini tak mampu melihat nya dengan jeli.

Ohh.. -SunnyRain- aku hampir putus asa bahwa kesejukan hanya akan terus meningkat dingin-dingin-dingin dan beku. Dan kehangatan jua menjadi panas-panas-panas dan meledak. Mengapa? Perbedaan itu melengkapi.

Ketika aku merindukan -sanghujan- aku tau kau akan membutuhkan -mentari- tapi tak apa ketika hujan memahami dan ia hadir memenuhi rindu ia akan pulang kembali saat rindu tlah terbalas dan mentarimu akan terlihat kembali. Dan kamu juga harus ingat bahwa hujan tlah meninggalkan sebuah hadiah berupa titik-titik air sebagai jejak hadirnya dan Ketika mentari pula memantulkan sinarnya maka antara hujan dan mentari akan memberikan kita hadiah berwarna. Panorama singkat. Namun kesannya melekat. Ia lah pelangi. 

-SunnyRain- 

PuTreeSya~ 



Kamis, 28 Juli 2016

Dendam Mengelabui | Puisi Naratif

                                                              Oleh:  Putri Syahfitri 

Saat ku mulai larut dalam kecupan
Sontak tubuhku merebah, otomatis kerutan kening terlukis
Raga yang merasakan sakit akibat hempasan
Tak sebanding dengan batin yang terjerat kian terkikis

Sekejap saja ku rasa dekapan yang entah itu hanya manipulasi
Seakan derai air mata ingin mewakili suara hati
Namun terbendung oleh kebingungan mencerna kondisi
Adalah aku, terseret padanya, nurani yang tlah mati

Teriakan keras, mata membelalak, dan tangan yang melayang menghampiri tubuhku, siksanya
Tidak akan berhenti sampai disitu, takkan pernah selesai !!
Aku merintih  ku memelas "tolong"  seolah angin bertiup di telinganya
Sudahlah !! semua seperti enggan ! Amarah dendam segera mengelabui hati bersahut "tenang, ini akan usai!!

Jinaknya berevolusi buas
Mata memerah mengilas balik tragedi sengit, Aku memanas!!
Memelas berganti keras kini berbalik peran, Aku mengganas!!
Aku dikuasai oleh api dendam sesiapapun takut menghalang, Aku puas!!

Tlah terbalaskan kau bersimbah darah terkujur beku
Aku saksikan jelas rintihan "hentikan,hentikan!" Memohon percis saat aku diposisi itu
Tawa jahat menyempurnakan aksi pembalasanku "wuahahaah"
Ternyata kau masih daya menyerang menyisipkan batu

Api dendam merembet,  "jangan paksa aku ntuk menghabisi kau!! "
Menyeret meninggalkan jejak merah engkau meraung kelalap
Jangan salahkan! Karna ini sebab dan akibat yang ditempa oleh kau!!
Biarkan aku melampiaskan batin yang hampir mati terendap

Mengambil tambang melingkari tubuhmu pada beringin gersang
Hey!!  Kini aku melihat aku yang diperankan oleh kau
Ooohh tidak dendam terpatri begitu berbekas kembali ku Serang
Matamu mulai berbinar mengemis iba. Aku mengimbau

"Siksaku ini tak sebanding dengan perlakuanmu bertahun-tahun mengendapkan tangis, menghanguskan bahagia, membenamkan canda, menggulung senyum, meraup luka, kemudian kau sendirilah yang mengajarkanku, menempaku, mengolahku, untuk tau apa itu dendam untuk tau bagaimana aku mengekspresikan dendam, untuk tau bahwa dendam itu jiwamu yang kau salurkan padaku. Kau dapatkan dari setan yang entah dari mana dan seakan kau hadiahkan padaku untuk aku merasakan luka untuk aku merasakan hidup yang aku rasa lebih pantas mati. Mengapa? Mengapa? Mengapa kau berjuang melahirkan ku untuk sebuah pelampiasan yang tak ku pahami mengapa!! Mengapa? Mengapa? Mengapa kau masih berjuang membiarkan aku ada disampingmu meski sayatan yang tiap hari ku terima. Mengapa? Mengapa? Mengapa kau memilih aku menutup dunia sedang dunia begitu menakjubkan kedengarannya!  Mengapa? Mengapa? Kau masih biarkan aku hidup makan bersama mu meski tiada lagi kebahagiaan yang kau enyam Mengapa? Mengapa? Kau masih saja berusaha untuk tetap disampingku meski kau tak pernah mendengar pinta cerita dan rintihan pahitnya rasa ini. Mengapa?  Mengapa? Kau masih disini meski kau setiap tatap wajahku kau lemparkan aku dengan wajah kesetanan?  Mengapa?? Mengapaa?? Kau lakukan semua ini??  Bukankah kau seharusnya malaikat dunia bagiku? Mengapa? Kau seperti setan yang sebenarnya hanya butuh aku untuk dihasut?  Bukankah kau seharusnya malaikat tak bersayapku? Mengapa?? Mengapa???? Mengapa kau tetap disini meski ku tau tatapan bengis itu menyalurkan bahwa kau sangat membenciku!! Mengapa? Mengapa?  

Tambang yang ingin dilingkarkan terlepaskan, daya habis aku melemah dan pingsan
Wanita berbikini mengisak tangis akan teriakanku
Isakan tangisnya semakin keras air matanya bercampur darah sebab bantaian
menggoyangkan tubuhku dan meratapiku

Memelukku erat dan entah apakah kali ini juga manipulasi??
Terbangun aku dalam dekapan yang aku anggap ini hangat karna itu yang ku dambakan
"Maaf,maaf,maaf,maaf" bisiknya seakan menyesali kejadian
Aku berlari dan bungkam takut mengartikan emosi.

Tangannya menggapai namun tak sampai
Ia sempat menyampaikan lembut dengan suara lantang bermaksud sampai ditelingaku
Sayup sayup ku dengar " itu semua sebab aku tak ingin kehilanganmu !! " 

Minggu, 17 Juli 2016

Cerita Besambung Berujung Novel

Kehangatan dalam Bungkam  

Ngush,, ha,, huu ,, haa .. terengah-engah sampai keletihan menghembuskan nafas. Sontak aku bangun dari tidur panjangku.  “Huuftt … hanya mimpi” pikirku. Kulirik perlahan jam dinding merah muda di belakangku . Sedikit pupil mata membesar dan kembali kuhela nafas dan terdengar cacing-cacing perutku memanggil dengan manjanya . “ Caelahh dapat panggilan darurat dini hari gini” Setelah mengalami mimpi panjang yang terus ku ingat-ingat akan melekat karna ku tak sabar ntuk membagikan mimpi aneh ini dengan sohibku dan juga sebagai penafsir mimpi pribadiku. Heheh .
Ku singkirkan selimut kesayanganku berwarna ungu lembut . Sejenak  memenuhi panggilan darurat yang sirine nya semakin kencang mengiung hehe . Keadaan rumah yang gelap membuatku sedikit berlari kecil menuju dapur yang tidak begitu jauh dari kamar tidur . Namun aku harus menuruni tangga ntuk menuju ke dapur . Huh ! masih lelah sebab mimpi yang tampak nyata itu hingga menguras banyak tenagaku. Tepatku berdiri di meja hidangan . Tak kulihat sedikit makanan yang tersisa . Langsung ku tuju lemari penyimpanan cadangan makanan. Butuh sedikit jinjit untuk menggapainya sembari ku buka lemari nya dengan perlahan terdengar suara air kran dengan deras . Ternyata sumber suara itu berasal dari kamar mandi belakang .

Aihh .. ku tertegun. “ Siapa nih di kamar mandi ? ku lihat tadi semua sudah tertidur dengan pulasnya . Kembali ku tutup lemari berisi makanan  yang tak sempat aku ambil. Dengan jalan menyendat-nyendat bak detektif aku menuju sumber suara . Kuraih melambat gagang pintu kamar mandi yang ternyata tidak terkunci . Dengan cepat ku bantingkan pintunya dan terbuka. Aku kaget bercampur haru bahagia ternyata itu dia sohibku penafsir mimpi yang sudah lama kutunggu kehadirannya . Ku langsung berlari dan memeluknya saat kugapai tubuhnya yang benar saja aku tidak bisa memeluknya . Aku lupa bahwa kini kita tlah berbeda . Iya benar, ia salah satu korban kecelakaan waktu itu dan aku salah satu korban yang selamat pada kejadian 3 bulan yang lalu . Namun kecelakaan maut itu tidak benar-benar memisahkan kami. Terkadang aku bersyukur aku masih bisa bersahabat dengannya meski seperti ini wujudnya .

Rabu, 29 Juni 2016

Topi yang tersenyum | Cerita Sangat Pendek



Aku tidak tau bagaimana cerita ini berawal, itu hanya terjadi begitu saja. Aku ingat pada musim panas yang berlangsung di kota ku, melihat tanaman anggrek layu tidak seperti bisanya, melewati jalan besar yang merupakan punggung kota. Terhenti langkah pulang karena di sebrang jalan ada topi bundar putih  jatuh di tengah lalu lintas yang padat. Aku hanya menyaksikan ketika seorang wanita cantik